Yang ada di pikiranku saat ini
adalah kamu datang tiba-tiba seolah jatuh dari langit. Seperti prolog adegan
film Mr. Bean, tiba-tiba ada sorotan cahaya dari langit yang menjatuhkan sesosok
lelaki turun ke bumi. Itu yang aku pikirkan tentangmu, seorang yang diutus
Tuhan untuk menolongku yang sudah kehabisan oksigen. Kamu seperti kereta yang
datang tepat waktu di stasiun Daru, kehadiranmu sangat tepat waktu di hidupku.
Ketika aku sudah tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan untuk menjalani hidup
ini, kamu datang menawarkan bantuan yang memang sedang sangat kubutuhkan.
Bermula dari keputus asaanku
menjalani hidup, seorang sahabat menyarankan untuk mencari pasangan hidup yang
bisa tulus memahamiku dan mau membantu kesulitanku. Awalnya aku sudah sangat
malas untuk mencari lagi, aku sudah trauma untuk menyerahkan hidupku lagi pada
laki-laki. Yang ada saja tidak pernah kudapati kepastian darinya, semua serba
ambigu. Selalu aku yang dituntut untuk memahami semuanya, tidak ada satu pun
yang berusaha memahamiku. Aku ini kan perempuan yang tidak seharusnya di posisi
terus menerus mengalah.
Hingga akhirnya aku menyerah, aku
jalani juga saran Rin untuk kembali membuka aplikasi dating online. Berharap
bisa menemukan sosok baru yang bisa memberikan oksigen untukku bernapas
kembali. Aku butuh hidup untuk menghidupi anak-anakku. Kalau tidak mengingat
mereka sepertinya aku berpikir lebih baik mati saja. Kadar keimananku sudah
sangat rapuh, batinku runtuh. Bukannya tidak percaya kuasa Tuhan, tapi aku
sudah tak lagi menemukan jalan dan tak seorang pun peduli pada keterpurukanku,
termasuk dia yang sangat kucinta yang tak jelas kabarnya entah di mana. Tak
pernah datang tak pernah peduli pada masalah hidupku. Aku benar-benar merasa
sendiri, jadi untuk apa lagi hidup sendiri di dunia ini?
Tapi Rin selalu meyakinkanku kalau
keajaiban Tuhan itu selalu ada. Dia memaksaku untuk bertahan dalam keadaan
seburuk apapun. Beruntungnya aku masih memiliki sahabat sebaik dia yang tak
pernah meninggalkanku dalam segala cuaca. Akhirnya aku menemukan satu pesan
masuk di akun aplikasi dating online-ku. Seperti yang lain, menyapa dan
mengomentari fotoku. Tak ada yang istimewa, meminta nomor whatsApp dan kami
melanjutkan cerita di telepon. Yang berbeda adalah aku seolah sudah mengenalnya
lama. Suaranya di seberang sana membuatku tak bisa berhenti bercerita dan
mengeluhkan semua permasalahan hidupku.
Semua mengalir begitu saja, aku
seolah berbincang dengan teman lama. Tak ada rasa sungkan menceritakan
semuanya. Mungkin ini gejala depresi yang menghinggapiku berkali-kali, hingga
aku terlalu menaruh harap dan kepercayaan pada siapapun yang tampak peduli
denganku. Mungkin itulah yang membuatku menerima ajakanmu untuk bertemu. Ada
yang sedikit aneh tentang profil laki-laki yang mengaku bernama Doko itu. Ah,
sudahlah... aku tak mungkin memintanya menunjukkan KTP untuk memastikan
identitas dirinya. Tidak etis kurasa jika aku melakukan hal itu.
Memang ada banyak hal yang menarik
tentangnya. Tentang pekerjaannya yang hanya seorang gojek online tapi bisa
pergi ke luar negeri yang kurasa agak ganjil sekali. Aku tak menaruh prasangka
buruk dia mengada-ada perihal kehidupan pribadinya. Biarlah kuikuti saja alur
ceritanya, toh siapapun dia, belum tentu juga dia adalah sosok yang sedang
kucari. Aku hanya sedang berusaha menemukan semangat hidupku kembali. Aku butuh
orang yang benar-benar peduli dan nyata keberadaannya di dunia nyataku, bukan
hanya sekadar komunikasi dunia maya yang tak jelas arahnya.
Akhirnya kami bertemu juga. Pertemuan
singkat yang bisa menumpahkan semua beban di kepala. Agak ringan isi otakku
setelah kutumpahkan semua kisah terburuk dalam hidupku. Tak ada cerita indah
yang kusajikan untuknya. Semua tentang penderitaan dan kekecewaan. Tapi tak
kutemukan sikap ilfil setelah dia tahu semuanya. Dia malah menawarkan bantuan
yang awalnya kuanggap hanya sebuah basa basi penenang hati. Aku tidak berharap
banyak pada laki-laki di hadapanku ini. Aku hanya bisa berdoa pada Tuhan semoga
aku tak lagi dikecewakan untuk yang kesekian kali.
Sepulang dari stasiun Daru tempat
kami bertemu. Aku dan Doko melanjutkan komunikasi kembali via whatsApp seperti
sebelumnya. Dia menanyakan nomor rekening bank-ku, aku bertanya-tanya dalam
hati dan mengingat kembali hal apa saja yang sudah aku ceritakan padanya tadi.
Apa aku meminta bantuannya? Apa aku mengemis minta dikasihani? Sepertinya tidak
ada omongan permintaan seperti itu. Aku ini tipe manusia yang sungkan meminta
bantuan pada orang lain yang belum amat sangat kukenal. Pada pasanganku saja aku
tidak pernah berani meminta dikasihani.
Aku berpikir apa maunya orang ini.
Apa yang diharapkannya dariku? Tebersit pikiran negatif dan ketakutan akan
kekecewaan yang mungkin akan kuhadapi lagi nanti. Terlintas kata pamrih yang
akan muncul di balik kebaikan seseorang zaman sekarang, apalagi yang baru
dikenal lewat dunia maya pula. Yang jelas nyata di dunia nyata saja tidak
pernah kutemukan manusia dengan penuh ketulusan. Tidak langsung kuberikan nomor
rekeningku karena aku menganggap ini hanya sebuah guyonan. Aku lelah berharap
pada manusia karena yang sudah-sudah hasilnya selalu kecewa.
“Apa yang kamu harepin dari aku,
Mas?” tanyaku pada Doko.
“Enggak ada.” jawabnya singkat.
“Tapi kamu kok baik banget sih sama
aku, kita kan baru kenal kok kamu langsung percaya banget sama aku.”
“Emang kenapa?”
“Ya aneh aja kenapa kamu mau bantuin
aku.”
“Ya karena kamu butuh bantuan. Kalo
aku mampu ya pasti aku bantuin.”
Aku masih tak habis pikir, sosok
seperti Doko ini menurutku hanya ada di dunia fiksi saja. Tapi ini dunia nyata
dan aku tidak sedang bermimpi. Ini sungguh keajaiban yang hanya ada di cerita
sinetron saja. Apa karena daya khayalku terlalu tinggi? Biasanya apa yang
dipikirkan itulah yang akan terjadi, kan?
Keesokan paginya ternyata dia masih
menanyakan hal yang sama, meminta nomor rekeningku entah untuk apa. Aku tidak
berharap apa-apa saat akhirnya kuberikan juga nomor rekeningku padanya. Tapi
yang terjadi sungguh membuatku tercengang tanpa bisa berkata-kata. Doko sungguh
mengirimkan sejumlah uang ke rekening yang kuberikan tadi dengan alasan untuk
jajan anakku. Ya Tuhan, keajaiban apa pula ini? Kejadian ini sungguh di luar
prediksi.
Dengan sangat bersyukur sekali aku
berterima kasih atas kebaikan laki-laki yang baru kutemui tadi malam di stasiun
kereta itu. Bukan karena kebaikannya yang membuatku semakin nyaman terbuka
menceritakan semua permasalahan hidupku padanya. Tapi karena dia tidak sekadar
omong doang, tidak seperti laki-laki lain yang hanya mengobral kata. Bukan
bermaksud membandingkan atau apa, tapi ini menjadi bahan pemikiranku terhadap
pasanganku yang tak pernah peduli terhadap kebutuhan hidupku saat ini.
Tapi ada satu hal yang mengganjal
perasaanku, tentang perbedaan namanya di akun rekening pengirim dan nama yang
dia sebutkan saat perkenalan. Dia menyebut namanya Doko, namun di akun rekening
pengirim namanya Jerry Hariandi. Dia membuat alasan yang kurang logis dengan
mengatakan meminjam rekening seseorang untuk mengirimkan uang padaku. Aku tidak
terlalu mempermasalahkan hal itu saat ini, rasanya tidak etis bila aku membahas
dan mempermasalahkan hal ini atas kebaikan yang sudah dilakukannya untukku.
Tak sampai di situ, Doko kembali
membuatku tercengang saat ia menawarkan sejumlah pinjaman dengan nominal yang
fantastis yang mampu menyelesaikan semua urusanku yang teramat urgent saat ini.
Urusan pelik yang membuatku sesak napas setiap hari, yang telah menghilangkan
semangat bangun pagiku belakangan ini. Sangat sulit dipercaya, bahkan
satu-satunya orang yang sangat kuharapkan kehadirannya di dunia nyataku pun tak
pernah peduli pada permasalahan hidupku. Tapi laki-laki yang baru kutemui
semalam tadi menawarkan bantuan seolah kami sudah mengenal lama satu sama lain.
Keajaiban apa lagi ini? Aku merasa
tengah berada di sebuah drama sinetron yang menjadi tokoh paling menderita dan
ditolong pangeran berkuda. Bukan pangeran berkuda, lebih tepatnya didatangi
malaikat tanpa sayap utusan Tuhan yang dijatuhkan dari langit di sebuah stasiun
malam itu. Pikiranku menjelma khayalan tingkat tinggi dan memaksaku untuk
mencari tahu lebih dalam lagi siapa sebenarnya laki-laki yang mengaku bernama
Doko ini. Kulakukan pencarian di google, kuketik namanya Doko tapi tak
kutemukan wajah yang sama di keyword pencarianku. Ada banyak sekali nama Doko
dan sangat pasaran sekali nama itu.
Dengan rasa penasaran kucari dengan
keyword Jerry Hariandi. Aku tercengang saat muncul sebuah nama yang sama di
akun linkedIn dengan pekerjaan vice
president di sebuah bank terkemuka. Mungkinkah ini dia? Sebuah kebetulan apa
pula ini. Mungkinkah seorang vice president yang mengaku gojek online
mendatangiku yang bukan apa-apa dan menawarkan bantuan seperti yang sudah
sangat mengenalku sejak lama. Sungguh seperti kisah di negeri dongeng, seperti
sinetron dengan ending bahagia. Seperti cerita ftv yang mengisahkan si miskin
ditolong si kaya. Drama apa lagi ini ya Tuhan?
Tidak kupermasalahkan dengannya
mengenai data yang kutemukan barusan dengan maksud baiknya untuk memberikanku
pinjaman dengan nominal puluhan juta rupiah itu. Aku hanya ingin membuktikan
semua omongannya saja. Dengan rasa tak percaya aku menceritakan ini semua
dengan Rin, sahabatku itu menangis bahagia dan segera mengutuk orang yang telah
menyia-nyiakanku selama ini. Ternyata aku masih sangat pantas diperlakukan dengan
sangat berharga. Aku masih layak untuk dipedulikan dan diberikan perhatian
serta pertolongan dalam bukti nyata, tak sekadar omongan belaka.
Hanya dalam hitungan hari, Doko
mempercepat pembuktian ucapannya tempo hari. Doko sungguh mengirimkan nominal
puluhan juta rupiah ke rekeningku yang lagi-lagi pengirimnya adalah Jerry
Hariandi. Semakin kuat dugaanku kalau Doko bukanlah seorang gojek online.
Sangat di luar nalar dan akal sehat apa yang sudah Doko berikan padaku. Tanpa
ada embel-embel apapun dia memberikan pertolongannya yang luar biasa ini.
Bantuannya seumpama oksigen yang seketika mampu membuatku bernapas kembali.
Napas bantuan yang menghidupkan semangatku untuk tetap yakin bahwa semua
masalah hidup yang kualami saat ini selalu ada keajaiban untuk menyelesaikannya.
Sungguh aku malu pada diri sendiri
yang hina ini, kerap putus asa dan ingkar dari rahmat-Nya. Sekali lagi dan
telah berkali-kali kualami keajaiban yang menghidupkanku kembali. Membuatku
membuang jauh angan-angan dari pengharapan seseorang yang tak pasti hingga
detik ini. Apalah arti kata cinta tanpa pembuktian. Apalah arti banyaknya
omongan yang menyuruhku sabar menanti hal yang tak pasti. Di depanku saat ini
telah berdiri sosok nyata malaikat tanpa sayap yang telah memupus habis sebuah
kata ‘ini hanya soal waktu bukan kecepatan waktu’.
Sekarang tidak ada alasan lagi
bagiku untuk membuang waktu menunggu keajaiban yang tak pernah datang padaku.
Sesuatu yang nyata sekarang ada di depanku dan membuktikan bahwa cinta bukanlah
perkara kata-kata, tapi cinta adalah pembuktian nyata. Ketulusan yang Doko
berikan mengikis habis kata pamrih yang selama ini menghantui pikiranku. Doko
sama sekali tak mengharapkan apapun dariku. Tak digubrisnya masalah hati dan
perasaan apalagi imbalan dalam bentuk apapun. Tak ada gelagat ketertarikannya
untuk menukar kebaikannya dengan kebutuhan biologisnya atau apa. Doko sungguh
malaikat tak bersayap yang dikirim Tuhan untukku.
Aku tak berharap banyak Doko akan
memperjelas siapa dia sebenarnya. Dan tentang sosok Jerry Hariandi sang vice
president yang kutemukan di pencarianku di situs google itu, masih kupendam sendiri
hingga saat ini. Doko selalu berkata bahwa biarlah waktu yang akan menjawab
semua tanya hatiku saat ini. Ya, aku tak peduli siapa kamu selama tak ada niat
jahatmu padaku. Bagiku kamu adalah utusan Tuhan yang memberiku keajaiban.
Ternyata malaikat itu sungguh nyata bisa ditemui di dunia nyata, karena
malaikat tanpa sayap itu adalah kamu, Doko.***
-
Melanie Tan
-
Melanie Tan
Komentar
Posting Komentar